Anomali Hadis Abu Bakar : Anomali Bantahan Nashibi

sumber asal ->  secondprince

Anomali Bantahan Nashibi Al Fanarku Tentang Warisan Nabi

Memang parah sekali jika ada orang yang tidak bisa berpikir dengan benar. Bukankah telah disampaikan kepadanya nasihat untuk belajar ilmu logika dengan baik agar ia dapat mengambil kesimpulan dengan cara yang benar. Tetapi anehnya orang ini memang tidak pernah sadar diri. Berulang kali ia menunjukkan cara kerja akalnya yang menyedihkan. Ia berkata dalam tulisannya yang mungkin ia buat dengan niat membantah kami [tetapi hasilnya hanya menunjukkan bantahan “ngeyelisme” kayak anak kecil]

Perselisihan yang terjadi antara Ahlul bait [Sayyidah Fathimah] dan Abu Bakar adalah perselisihan biasa layaknya perselisihan antar mujtahid.

Kami sarankan agar ia belajar dulu apa maknanya “ijtihad” dan apa yang disebut “mujtahid”. Kalau orang bisanya asal sebut maka tulisannya jadi ngawur bin serampangan. Masa’ sih dia gak mikir, apa ketika Abu Bakar membawakan hadis “Nabi tidak mewariskan” ia sedang berijtihad?. Apa yang perlu diijtihadkan kalau hadisnya jelas sekali dan Abu Bakar hanya menyampaikan hadis. Masa’ sih dia gak mikir ketika Sayyidah Fathimah marah dan tidak berbicara kepada Abu Bakar setelah mendengar hadisnya Abu Bakar, itu dinamakan ijtihad?. Duduk persoalan antara Abu Bakar dan Sayyidah Fathimah adalah Abu Bakar menyampaikan hadis dan Sayyidah Fathimah menolak hadis yang disampaikan Abu Bakar tersebut. Hal ini tampak dari sikap Beliau yang marah dan tidak berbicara kepada Abu Bakar padahal Abu Bakar hanya menyampaikan hadis tersebut.

Seperti biasa orang syi’ah rafidhah ini tidak henti-hentinya berusaha mendiskreditkan Abu Bakar, padahal jelas Abu Bakar Ash Shiddiq adalah seorang yang berkata benar, apa yang dikatakan oleh Abu Bakar adalah apa yang dia dengar langsung dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam dan jelas-jelas Imam Ali telah membenarkannya dalam suatu hadits yang shahih pada masa Umar bin Khattab dan Imam Ali beserta anak keturunannya tidaklah menjadikan peninggalan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam sebagai warisan dan mereka telah mengikuti apa yang pendahulunya (Abu Bakar, Umar dan Utsman) telah lakukan dalam mengelola peninggalan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam tersebut.

Ini cuma “ngeyelisme” yang lahir dari orang yang sudah putus asa dalam berhujjah. Kami telah membahas hadis yang ia maksud. Dalam hadis tersebut tertera jelas kalau Imam Ali pada masa Umar meminta kembali warisan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Ini bukti nyata kalau Imam Ali menolak hadis yang disampaikan Abu Bakar. Dalam hadis tersebut Imam Ali menganggap Abu Bakar dan Umar sebagai orang yang zalim dan durhaka padahal keduanya hanya menyampaikan hadis tersebut maka ini menjadi bukti lebih nyata kalau Imam Ali menolak hadis yang disampaikan Abu Bakar dan Umar. Imam Ali telah nyata-nyata mengakui di depan kaum muslimin bahwa ahlul bait adalah orang yang berhak akan harta tersebut. Semua fakta ini tidak diperhatikan oleh si nashibi dan ia tenggelam dalam wahamnya yang terus diulang-ulang.

Jika orang syi’ah ini mengatakan bahwa Imam Ali dan Abbas tidak membenarkan lalu apa arti ucapan mereka berdua dihadapan Umar? Apakah ahlul bait itu serba tahu? Apakah suatu aib jika sekali-kali ahlul bait tidak mengetahui suatu hadits dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam? Jika hal tersebut menurutnya adalah suatu aib maka benar-benar pemikiran yang anomali.

Seorang nashibi memang tidak akan pernah tahu keutamaan Ahlul Bait. Hadis shahih telah membuktikan kalau Ahlul Bait adalah pedoman bagi umat islam agar tidak tersesat. Artinya Ahlul Bait adalah pegangan bagi umat islam termasuk bagi Abu Bakar. Ahlul Bait selalu bersama Al Qur’an dan tidak akan berpisah sampai kembali kepada Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] di Al Haudh. Sedangkan Abu Bakar sebesar apapun kemuliaan yang ia miliki ia tetap seorang manusia biasa yang bisa salah manusia biasa yang dipesankan oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] agar berpegang teguh pada Al Qur’an dan Ahlul Bait. Sikap Nashibi yang menolak Ahlul Bait sebagai pedoman umat hanya menunjukkan pendustaan mereka terhadap hadis Tsaqalain [kami tidak heran karena ini memang ciri khas nashibi].

Mudah menjawab syubhat orang syi’ah ini, ketika Abu Bakar ditanya apakah dia yang mewarisi Rasulullah atau keluarganya, maka Abu Bakar menjawab “Bukan aku tetapi keluarganya” adalah benar dan secara umum memang seperti itu, keluarga Nabi-lah yang mewarisi apa-apa yang ditinggalkan Nabi, sekali lagi pada dasarnya adalah seperti itu, tetapi kekhususan telah menafikan hal yang umum dan mendasar ini, makanya kemudian Abu Bakar menyampaikan hadits yang menafikkan hal tersebut yang merupakan kekhususan untuk Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam.

Kalau cuma asal jawab baik orang bodoh ataupun orang gila bisa menjawab. Masalahnya bukan “mudah menjawab” atau “susah menjawab” tetapi apakah jawaban itu benar atau paling tidak ada nilainya?. Melihat jawaban yang bersangkutan, yang nampak hanya perkataan tanaqudh alias kontradiksi. Kalau hadis Nabi tidak mewariskan atau Nabi tidak diwarisi adalah benar maka seorang Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak pernah memiliki ahli waris. Maka keluarga Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak akan mewarisi Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Lha kalau Abu Bakar menyatakan keluarga Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mewarisi Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka itu menunjukkan bahwa ada sesuatu yang diwariskan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] kepada keluarganya.

Perhatikan cara penarikan kesimpulan “yang sakit”. Ia berkata “adalah benar secara umum memang seperti itu”. Pernyataan ini tidak ada nilainya. Abu Bakar mengakui keluarga Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang mewarisi Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan si nashibi ini berkata secara umum begitu. Apa maksudnya secara umum begitu?. Kalau si nashibi ini bertanya pada ayahnya apakah ia atau tetangganya yang mewarisi ayahnya?. Ayahnya menjawab “tentu saja kamu yang mewarisi ayah”. Apa ia akan ngawur berkata secara umum begitu

Lihatlah ia berkata “Keluarga Nabi mewarisi apa yang ditinggalkan Nabi” ia bilang secara umum begitu tetapi kekhususan telah menafikan hal yang umum ini. Pembaca sekalian patut bertanya mana kalimat yang umum dan mana kalimat yang khusus. Ini tidak lain akrobat kata-kata yang cuma disusun sekenanya sehingga tampak tidak bermakna sama sekali. Perhatikan dua kalimat berikut

  1. Keluarga Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mewarisi Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]
  2. Keluarga Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak mewarisi Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]

Kedua pernyataan di atas adalah saling bertentangan dan kontradiktif. Cuma pemikiran bodoh yang menjawab bahwa kalimat pertama adalah umum dan kalimat kedua adalah khusus. Kalau kalimat pertama berbunyi “seorang anak mewarisi Ayahnya” dan kalimat kedua berbunyi “Sayyidah Fathimah tidak mewarisi ayahnya” terus ia menjawab kalimat pertama adalah umum dan kalimat kedua adalah khusus maka hal ini bisa diterima tetapi kalau kalimat pertama “Sayyidah Fathimah mewarisi Ayahnya” dan kalimat kedua berbunyi “Sayyidah Fathimah tidak mewarisi Ayahnya” maka jawaban kalimat pertama umum dan kalimat kedua khusus hanya menunjukkan logika yang sakit. Mungkin yang bersangkutan tidak pernah belajar ilmu logika dasar. Sebenarnya hal seperti ini walau tidak dipelajari secara khusus akan dimengerti oleh logika manusia pada umumnya. Tetapi zaman sekarang bermunculan manusia-manusia yang berlogika bukan dengan logika manusia.

Justru terlihat Sayyidah Fatimah mengakui hujjah Abu Bakar dengan mengatakan : “engkau dan apa yang engkau dengar dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah lebih tahu”  ini adalah sejelas-jelas dalil bahwa Fatimah mengakui apa yang dikatakan Abu Bakar bahkan beliau mengatakan Abu Bakar lebih mengetahui dalam hal ini. Maka tidak ada hujjah lagi buat orang syi’ah ini karena Sayyidah Fatimah sudah mengakuinya.

Komentar yang ini hanya menunjukkan kalau yang bersangkutan tidak bisa membaca dengan baik dan benar. Tahukah anda hadis apakah yang dibenarkan oleh Sayyidah Fathimah. Hadis tersebut bukan “Nabi tidak mewariskan”

فقال أبو بكر إني سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول إن الله عز و جل إذا أطعم نبيا طعمة ثم قبضه جعله للذي يقوم من بعده فرأيت أن أرده على المسلمين

Abu Bakar berkata aku mendengar Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengatakan jika Allah ‘azza wajalla memberi makan kepada Nabi kemudian ia wafat maka dijadikan itu untuk orang yang bertugas setelahnya”. Maka aku berpendapat untuk menyerahkannya kepada kaum muslimin.

Dari pernyataan Abu Bakar ini maka hadis yang disampaikan Abu Bakar tidaklah menafikan bahwa keluarga Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mewarisi Nabi [shallallahu ‘alaihi waslalam]. Dari pernyataan Abu Bakar juga terlihat bahwa penyerahan harta itu kepada kaum muslimin adalah pendapat pribadi Abu Bakar. Hal ini sangat jelas pada lafaz “maka aku berpendapat”.

Pada awalnya Abu Bakar mengakui kalau keluarga Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mewarisi Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] kemudian selanjutnya Sayyidah Fathimah benar-benar datang kepada Abu Bakar dan meminta warisan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] baru pada saat itulah Abu Bakar mengeluarkan hadis Nabi tidak mewariskan dan semua yang ditinggalkan adalah sedekah. Sekarang Abu Bakar menyatakan keluarga Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak mewarisi Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan sekarang Abu Bakar menyatakan atas nama Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] bahwa harta itu sedekah bagi kaum muslimin padahal sebelumnya ia mengaku itu hanya pendapatnya saja. Mendengar jawaban Abu Bakar ini, Sayyidah Fathimah marah dan tidak berbicara kepada Abu Bakar sampai Beliau wafat.

Maka riwayat di atas bisa sebagai informasi bahwa sebenarnya Sayyidah Fatimah telah menerima dan membenarkan apa yang diputuskan oleh Abu Bakar tersebut, demikian juga dengan Imam Ali, akhirnya mereka mau menerima keputusan Abu Bakar, maka case closed. Lalu siapa yang keliru di sini? Yang orang Syi’ah yang pemikiran-nya anomali itu yang keliru

Pernyataan ini cuma waham atau angan-angan nashibi itu. Duduk persoalannya jelas kok Ahlul Bait [Imam Ali dan Sayyidah Fathimah] tidak pernah menerima hadis Nabi tidak mewariskan yang disampaikan Abu Bakar. Mereka menolak hadis tersebut. Penolakan Sayyidah Fathimah tampak dari kemarahannya dan penolakan Imam Ali tampak dari deklarasinya dihadapan kaum muslimin bahwa Ahlul bait berhak akan harta tersbeut. Case closed dan kebenaran ada pada Ahlul Bait.

Sayyidah marah terhadap Abu Bakar dan tidak berbicara dengannya hingga wafat adalah apa yang Nampak oleh A’isyah, bisa jadi beliau tidak mengetahui bahwa sebenarnya Abu Bakar dan Fatimah sudah baikan dan saling mema’afkan sebagaimana telah diriwayatkan dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi.

Kami sudah pernah bahas riwayat dhaif yang ia sebutkan yaitu riwayat Al Baihaqi. Intinya orang ini memang gak pantas kalau berhujjah dengan hadis. Kesan yang kami tangkap tidak peduli riwayat itu dhaif yang penting kalau sesuai dengan keyakinannya maka itu akan dicomot dan dijadikan dasar untuk menolak riwayat shahih. Btw bukannya dia ini dari dulu punya penyakit “itu bukan kitab mu’tabar”. Nah riwayat Baihaqi itu seharusnya tidak mu’tabar di sisinya jika dibandingkan dengan Shahih Bukhari. Dasar tanaqudh bin tanaqudh

Ini namanya mencampurkan antara sesuatu yang bersifat khusus dengan yang bersifat umum, pada QS Maryam : 5-6 mengapa ditafsirkan warisan ilmu atau kenabian? Karena memang sudah dimaklumi bahwa pada umat Bani Israil kenabian diturunkan ke anak cucu mereka,

Cuma salafy nashibi yang punya keyakinan kalau Kenabian itu diwariskan. Kalau ditanya mana dalilnya bahwa kenabian itu menjadi warisan turun temurun maka kami yakin ia tidak bisa menjawabnya. Kalau ia mengambil contoh ada Nabi yang anaknya juga seorang Nabi maka apa buktinya Kenabian anaknya itu berasal dari warisan ayahnya?. Kalau Kenabian itu diwariskan maka ia akan terus berlanjut, misalnya ia mengambil contoh Nabi Sulaiman [alaihis salam]mewarisi kenabian dari Nabi Daud [alaihis salam]maka siapakah yang mewarisi kenabian Nabi Sulaiman?. Kalau ia mengatakan Nabi Yusuf mewarisi Kenabian Nabi Ya’qub maka siapakah yang mewarisi kenabian Nabi Yusuf?. Dan Nabi Musa [alaihis salam] adalah Nabi bagi bani Israil maka siapakah anak Nabi Musa yang mewarisi kenabiannya?. Kami yakin yang bersangkutan tidak akan bisa menjawab dengan benar [kalau menjawab asal-asalan, ia memang ahlinya]

Selain itu kalau Kenabian itu memang diwariskan maka sang ahli waris Kenabian hanya akan menjadi Nabi jika ayahnya sudah wafat. Karena namanya pewarisan Kenabian adalah pemindahan status Kenabian. Jadi kalau memang Kenabian diwariskan maka Nabi Sulaiman menjadi Nabi setelah Nabi Daud wafat faktanya Nabi Sulaiman telah menjadi Nabi saat Nabi Daud masih hidup. Ini menunjukkan bahwa Kenabian adalah anugerah dari Allah SWT bukan sesuatu yang diwariskan.

“maka anugrahilah aku dari sisiMu seorang putra yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Ya’qub”. Apa yang diwarisi dari keluarga Ya’qub? Tidak lain adalah Ilmu dan Kenabian bukan harta benda.

Jangan buru-buru asal jawab. Yang dimaksud Ya’qub disitu siapa?. Kalau Nabi Ya’qub [alaihis salam] bukankah nashibi itu sendiri yang mengatakan bahwa pewaris kenabiannya adalah Nabi Yusuf [alaihis salam]. Kalau yang dimaksud Nabi Yusuf maka kok bisa-bisanya putra Nabi Zakaria mewarisi Kenabian Nabi Yusuf. Seharusnya yang mewarisi kenabian Nabi Yusuf ya putranya Nabi Yusuf. Atau nashibi ini mau mengatakan putranya Nabi Zakaria juga putra Nabi Yusuf. Sungguh alangkah kacaunya.

Kalau yang dimaksud dalam “mewarisi” itu adalah mewarisi Kenabian maka mengapa perlu dipakai kata “mewarisi aku dan mewarisi keluarga Ya’qub”. Apakah Kenabian Nabi Zakaria dan Kenabian keluarga Ya’qub itu dua jenis Kenabian yang berbeda sehingga keduanya bergabung dalam satu warisan untuk putra Nabi Zakaria?. Kami yakin pertanyaan ini tidak bisa dijawab dengan benar oleh orang tersebut [lain cerita kalau jawaban yang ngasal, sekali lagi dia ahlinya]

Tidak pantas bagi seorang yang shalih untuk memohon kepada Allah agar diberi anak hanya untuk mewarisi harta benda, terlebih seorang nabi seperti Zakariya. beliau tidaklah meminta keturunan melainkan hanya untuk mewairisi ilmu dan kenabian, terbukti beliau diberi oleh Allah seorang anak yang bernama Yahya yang juga menjadi nabi.

Nabi Zakaria berdoa kepada Allah SWT untuk meminta keturunan [anak]. Hanya saja lafaz doa yang disebutkan adalah lafaz doa yang menyebutkan sifat seorang anak bahwa anak akan mewarisi orang tuanya. Kalau seandainya nashibi itu susah mendapat keturunan kemudian ia berdoa dengan lafaz “Ya Allah berilah aku seorang putra yang akan jadi ahli warisku” apakah berarti nashibi itu meminta agar diberi anak hanya untuk mewarisi harta benda. Silakan jawab dengan jujur wahai nashibi, itu cuma persepsi anda sendiri

Nabi Yahya [alaihis salam] tidak mewarisi Kenabian Nabi Zakaria, mengapa? Karena keduanya adalah seorang Nabi di masa yang sama. Nabi Yahya telah diangkat oleh Allah SWT sebagai Nabi saat Nabi Zakaria masih hidup. Jadi dimana letak hujjah pewarisan Kenabian yang dimaksud nashibi itu.

sangat masyhur dalam kitab-kitab sejarah bahwa nabi Zakariya adalah seorang yang fakir, disebutkan bahwa ia hanya seorang tukang kayu. Kira kira harta apa yang ia miliki sehingga minta keturunan kepada Allah subhanahu wata’ala untuk mewarisinya?

Kitab sejarah yang mana wahai nashibi. Jangan-jangan anda mengandalkan alkitab [injil atau taurat] atau riwayat-riwayat Israiliyat. Silakan tunjukkan bukti bahwa Nabi Zakaria [‘alaihis salam]seorang tukang kayu dan maaf apa masalahnya jika Beliau seorang tukang kayu?. Mau tukang kayu atau seorang Raja warisan ya tetap diwariskan kepada ahli warisnya.

Dan ada satu lagi yang sangat anomaly tetapi tidak disadari oleh nashibi itu. Ia mengatakan bahwa mewarisi yang dimaksud adalah “mewarisi ilmu dan kenabian”. Pertanyaannya adalah apakah ilmu seorang Nabi itu warisan dari ayahnya yang juga seorang Nabi?. Jawabannya tidak, terdapat dalil yang jelas bahwa ilmu seorang Nabi itu langsung dari Allah SWT. Kenabian itu diangkat langsung oleh Allah SWT dan tidak ada hubungannya dengan warisan. Lihat saja Nabi kita yang mulia Nabi Muhammad [shallallahu ‘alaihi wasallam] apakah Kenabian Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] diwariskan dari orang tuanya? Sudah jelas tidak. Jadi darimana datangnya keyakinan “Kenabian itu diwariskan”

Leave a comment